Sosialisasikan Dampak Buruk Pernikahan Dini, Dosen Institut Kesehatan Helvetia Adakan Penyuluhan di Tangjungpura

MEDAN – Selain memunculkan risiko kesehatan bagi perempuan, pernikahan dini juga berpotensi memicu munculnya kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia. Memandang pentingnya sosialisasi dampak buruk pernikahan dini, dosen di Institut Kesehatan Helvetia, Julina Br Sembiring, SST., M.Kes melaksanakan penyuluhan pada masyarakat, Sabtu (12/9/2020).

Digelar di Klinik Ummu Humairah Br Sitepu Tanjungpura, Kabupaten Langkat, acara ini mengambil tema “Menghindari Pernikahan Dini Melalui Penyuluhan dan Perancangan Masa Depan”.

Program pengabdian masyarakat ini diketuai oleh Julina Br Sembiring, SST, M.Kes, bersama anggota: Rahmawati Tarigan, M.Psi dan Nurul Mouliza, SST.,M.K.M. Sementara, pesertanya remaja laki-laki dan perempuan di wilayah kerja Klinik Ummu Humairah Br Sitepu Tanjungpura Kabupaten Langkat. Acara ini juga dibantu oleh Pimpinan Klinik Ummu Humairah Br Sitepu

Juliana mengatakan, kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan remaja tentang dampak negatif dari pernikahan dini , juga menyadarkan masyarakat khusunya remaja bahwa pernikahan dini perlu untuk diantisipasi atau diatasi.

“Pengabdian pada masyarakat dengan melakukan penyuluhan tentang Menghindari Pernikahan Dini ini sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan remaja, karena pernikahan dini menghasilkan banyak dampak negatif. Tidak hanya bagi individu yang melakukan pernikahan dini melainkan juga bagi negara karena dengan menikah dini, remaja akan putus sekolah, akibatnya angka pengangguran di Indonesia menjadi meningkat dan kualitas SDM semakin rendah,” ujar Juliana.

Kemudian, tambahnya, terenggutnya hak-hak anak seperti hak atas pendidikan dan hak untuk dilindungi dari eksploitasi, terutama pada anak perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan.

“Secara global kematian yang disebabkan oleh kehamilan merupakan penyebab utama kematian anak perempuan usia 15-19 tahun. Jika upaya untuk mengurangi pernikahan dini bisa tercapai, maka angka kematian ibu maupun bayipun akan menurun. Yang paling penting dalam mengantisipasi pernikahan dini ini adalah keterlibatan orangtua dalam penguatan pengasuhan dalam keluarga sehingga anak bisa menyaring hal positif dan negatif ketika berada di luar rumah dan dikontrol terutama akses media sosial atau gedget,” ungkap Juliana.

Para peserta yang terdiri dari remaja yang dikumpulkan di Klinik Ummu Humairah Br Sitepu Desa Lalang Tanjungpura tampak antusias mengikuti penyuluhan yang berisikan pengetahuan tentang hal-hal yang memicu terjadinya pernikahan dini tersebut. Salah seorang remaja bernama Abdullah alias Dul mengatakan, dirinya ingin menggapai cita-cita mapan dulu baru menikah. (Adv/SU)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here