
BATUBARA – Gejolak internal Partai Gerindra Kabupaten Batu Bara semakin memuncak. Sejumlah kader senior secara terbuka menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua DPC Gerindra saat ini dalam rapat konsolidasi yang digelar pada Selasa (1/7/2025).
Rapat tersebut dipimpin oleh mantan Ketua DPC Gerindra Batu Bara periode 2011–2022, didampingi mantan Sekretaris DPC Tofik Nurdin, Ahmad Setia Bakti, Siti Aisyah, serta mantan Ketua PAC periode 2011–2023. Para kader sepakat bahwa kepemimpinan Ketua DPC saat ini dinilai gagal menjaga marwah partai dan melindungi kepentingan kader di daerah.
Isu paling krusial yang menjadi puncak kekecewaan adalah kekosongan kursi Wakil Ketua DPRD Batu Bara yang seharusnya diisi oleh kader Gerindra. Kekosongan tersebut telah berlangsung hampir enam bulan dan menjadi simbol lemahnya kepemimpinan DPC.
“Kursi pimpinan DPRD adalah simbol harga diri politik partai. Ketika kursi ini kosong, artinya kita kehilangan martabat di mata publik. Ketua DPC jelas gagal total!” tegas Tofik Nurdin.
Para kader mendesak Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra segera turun tangan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Ketua DPC Batu Bara. Menurut mereka, kondisi ini tidak hanya merugikan internal partai, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap Gerindra di Batu Bara.
“Kami tidak butuh pemimpin yang hanya mencari keuntungan pribadi dan menebar konflik internal. Kami butuh pemimpin yang berjuang di garis depan untuk rakyat dan kader,” ujar Ahmad Setia Bakti.
Ketua DPC juga dituding menciptakan sekat di antara kader, memecah soliditas internal, serta lebih mementingkan kepentingan kelompok elite tertentu, yang dinilai bertolak belakang dengan nilai-nilai perjuangan partai.
Secara politik, kekosongan kursi pimpinan DPRD dinilai melemahkan daya tawar Gerindra dalam mengambil kebijakan strategis, sekaligus memperlihatkan ketidakmampuan partai dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
“Kalau dibiarkan, Gerindra Batu Bara akan dihukum rakyat di pemilu mendatang. Kita tidak bisa menutup mata, masyarakat menilai dan mencatat semua kegagalan ini,” kata Siti Aisyah.
Kehilangan posisi strategis di parlemen juga dinilai menghambat perjuangan program-program pro-rakyat, sekaligus memperlemah posisi Gerindra menjelang kontestasi Pilkada 2024.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, partai yang memperoleh kursi pimpinan DPRD wajib segera mengusulkan calon pimpinan definitif. Keterlambatan pengusulan dinilai melanggar ketentuan dan dapat dianggap sebagai kelalaian serius.
“Ini bukan hanya kegagalan politik, tetapi juga bentuk kelalaian hukum dan pengabaian terhadap etika publik,” tambah seorang kader.
Konsolidasi tersebut menjadi ultimatum terbuka bagi DPP Gerindra. Para kader mendesak agar DPP segera membentuk tim evaluasi khusus, mencopot Ketua DPC, dan melakukan perombakan total kepengurusan.
“Kami tidak akan diam. Jika DPP tidak segera bertindak, maka keretakan di Batu Bara akan semakin dalam dan kepercayaan masyarakat akan jatuh bebas. DPP harus segera menyelamatkan Gerindra,” pungkas Tofik Nurdin. (SU/Putra)