MEDAN – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengadakan diseminasi pengawasan keuangan haji di era pandemi Covid-19 yang digelar di Hotel JW Marriott Medan, Rabu (5/5) sore. Dalam diseminasi tersebut, menghadirkan dua pembicara yaitu Anggota DPR RI Komisi VIII H M Husni Mustafa dan Anggota Badan Pengawas BPKH Ir Suhaji Lestiadi.
Turut hadir, Kepala Kanwil Kemenag Sumut Syahrul Wirda, Ketua DPRD Sergai dr Riski Hasibuan, tokoh agama dan para tamu undangan. Gelaran acara tersebut, tetap mematuhi protokol kesehatan secara ketat.
Anggota DPR RI Komisi VIII H M Husni Mustafa mengatakan, dana pengelolaan haji yang ada di BPKH sekitar Rp146 triliun lebih. Dana ini digunakan untuk manfaat para calon jemaah haji sebanyak 725.000 orang. “Pengelolaan dana haji posisinya aman. Dananya sebagian besar disimpan dalam bentuk portofolio syariah yang tidak memiliki fluktuasi tinggi atau rendah. Intinya, dana haji tersebut dalam posisi aman,” ungkapnya.
Menurut Husni, dana haji yang dikelola BPKH, sekitar 80% dikeluarkan dalam bentuk mata uang asing. Dana ini digunakan untuk kegiatan calon jemaah haji, mulai dari biaya untuk tiket pesawat, penginapan atau hotel, makanan dan sebagainya. Sedangkan sisanya 20% digunakan dalam mata uang rupiah.
Lebih jauh dia mengatakan, pada awal pandemi tahun 2020, sama-sama diketahui ibadah haji tidak dilaksanakan karena Pemerintah Arab Saudi memberlakukan lock down. Sementara pada tahun 2021, Pemerintah Arab Saudi sampai sekarang belum mengumumkan apakah akan dilaksanakan atau tidak kegiatan calon jemaah haji asal Indonesia. “Kita masih menunggu kepastian dari Pemerintah Arab Saudi,” kata Husni.
Meski begitu, lanjut Husni, pihaknya bersama BPKH membuat simulasi atau rancangan apabila kegiatan haji terlaksana tahun ini. “Hingga 11 Mei mendatang apabila diumumkan kepastian, kita memprediksikan kemungkinan kuota sekitar 30% atau 60 ribu jemaah dengan 172 kloter dari 13 embarkasi. Kondisi tersebut dengan catatan, Pemerintah Arab Saudi memberi kepastian pelaksanaan ibadah haji dibuka,” sebutnya.
Namun, apabila tanggal 11 Mei belum ada kepastian maka prediksinya berubah menjadi sekitar 25% hingga 14 Mei. Opsi selanjutnya, jika kepastian belum juga disampaikan, maka perkiraannya hingga 25 Mei dengan kuota sekitar 5%. “Seandainya tanggal 25 Mei diberi kepastian dengan kuota sekitar 30%, tentu Kemenag melalu Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh siap melaksanakan. Artinya, berapapun kuota yang diberikan maka kita siap melaksanakan,” ujarnya.
Sementara, Anggota Badan Pengawas BPKH, Suhaji Lestiadi menyampaikan, ada beberapa strategi pengawasan yang telah dicanangkan BPKH dalam mengatasi ketidakstabilan ekonomi global saat ini karena pandemi. Antara lain, mengembangkan proses investasi SBSN baik secata private placement, lelang dan investasi RDTS dengan underlying SBSN, sehingga diperoleh imbal hasil terbaik dan perbaikan profil portofolio investasi BPKH.
Kemudian, melakukan pemantauan secara berkala atas realiasasi imbal hasil dari RDPUS dan RDTS di berbagai manajer investasi. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala atas aktivitas yang telah dilakukan dan melaporkannya kepada Dewan Pengawasa BPKH. “Di samping itu, mengoptimalkan yang konsen pada fixed income earners sebagai upaya mitigasi risiko terhadap resesi ekonomi global,” kata Suhaji.
Ia menambahkan, tujuan dari diseminasi tersebut untuk menyambung silaturahim, sosialisasi kepada stakeholder, serta menerima masukan dari segala elemen. “BPKH adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji. Pengelolaan ini berasaskan pada prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel. Pengelolaan tersebut bertujuan meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam,” tandasnya. (SS/*Rel)